BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Negara Laos
salah satu dari sekian negara komunis yang tersisa. Laos adalah negara yang
tidak memiliki wilayah perairan laut. Namun mempunyai lembah sungai yang subur
yaitu lembah sungai mekong. Hampir sepanjang dekade
1990-an sebagian besar negara Asia Tenggara mencapai kemakmuran yang lebih
tinggi dari sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi membuat banyak masyarakat Asia
Tenggara terangkat dari kemiskinan, pendidikan tersebar luas, kelas menengah
bermunculan dan Asia Tenggara semakin urban. Kawasan yang selalu terbuka
terhadap pengaruh dari seluruh dunia ini menjadi saksi dimulainya globalisasi
yang bahkan lebih intensif selama dekade ini. Namun, krisis moneter dan ekonomi
yang berawal di Asia Tenggara melanda duniapada akhir 1990-an. Ketika sepanjang
satu dekade berikutnya Asia Tenggara mencoba memulihkan diri dari krisis meski
dengan hasil beragam, kawasan ini kembali diterpa krisis moneter dan ekonomi
yang kali ini datang dari Barat.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimanakah Keadaan Perekonomian Negara
Laos ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Perekonomian Negara Laos
Laos
melanjutkan kebijakan ekonomi yang telah dimulai pada tahun 1980-an. Walaupun
negara ini tidak bisa menyediakan lebih banyak tenaga kerja terlatih atau
sumber daya manusia, Laos berupaya memasarkan diri sebagai tujuan investasi
asing. Isu infrastruktur disini lebih serius dari pada di Vietnam, sementara
perusahaan patungan tetap sedikit jumlah dan ukurannya. Salah saru Ekspor utama
laos adalah tenaga listrik yang dibangkitkan melalui pembangkit listrik tenaga
air dan ditransmisikan ke thailand. Walaupun begitu, sebagian besar penduduk
laos masih belum menikmati listrik. Ekonomi laos secara keseluruhan masih
sangat terikat dan tergantung pada Thailand. Hampir semua barang konsumsinya di
impor dari seberang Sungai Mekong.[1]
Negara Laos salah
satu dari sekian negara komunis yang tersisa, memulai melepas kontrol ekonomi
dan mengizinkan berdirinya perusahaan swasta pada tahun 1986. Hasilnya, pertumbuhan
ekonomi melesat dari sangat rendah menjadi rata-rata 6% per tahun periode
1988-2004 kecuali pada saat krisis finansial Asia yang dimulai pada 1997.
Karena
Negara Loas ekonominya sangat terkait dengan Thailand, Laos juga terpengaruh
krisis ekonomi. Bath Thailand tetap digunkanan secara luas di Laos sejak
dibukanya ekonomi Loas. Depresiasi Bath otomatis menurunkan nilai mata uang
Loas. Modal Asing yang lari dari Laos memang relatif sedikit, tetapi investasi
tetap saja melambat. Cina dengan peran ekonomi yang semakin penting muncul
sebagai investor utama dalam berbagai proyek niaga dan infrastruktur di Laos.
Sementara itu, negara terus membuka pintunya bagi industri pariwisata, sumber
valuta asing yang sangat dibutuhkan dan merangsang pertumbuhan di sektor jasa. [2]
Dibandingkan
dengan negara-negara di sekelilingnya, perekonomian Laos memang tertinggal. Ketertinggalan ekonomi Laos juga tampak dari kondisi
Vientiane yang menjadi jantung kota utama. Dibandingkan dengan Jakarta,
kondisinya jauh berbeda. Tidak ada gedung hingga bertingkat delapan. Tidak ada
infrastruktur kereta api. Tidak ada jalan tol, apalagi jalan layang. Jika
dibandingkan, kondisinya hampir sama dengan ibu kota provinsi di Indonesia,
seperti Yogyakarta dan Semarang.
Pendapatan
per kapitanya tercatat 986 dollar AS per tahun. Pendapatan per kapita Thailand
tercatat 4.700 dollar AS, Kamboja 700 dollar AS, sedangkan Singapura mencatat
pendapatan per kapita tertinggi sebesar 37.000 dollar AS.Tapi semenjak Laos
mulai melepas kontrol ekonomi dan mengizinkan berdirinya perusahaan swasta pada
tahun 1986 dan juga saat pemerintah Laos menetapkan kebijakan perubahan jangka
panjang dalam struktur ekonomi Laos dengan membuka kesempatan untuk penanaman
modal asing dan swasta, persaingan pasar bebas, dll pada tahun 1991,
perekonomian Laos pun berkembang pesat.
Infrastruktur serta
sarana dan prasarana yang belum merata di tiap daerah merupakan suatu hambatan
serius dalam kemajuan negara ini, padahal Laos memiliki hasil alam berupa
produk tembaga, timah, emas dan gypsum yang menjanjikan, serta sektor
pariwisata yang berkembang dengan pesat.
Seperti
negara berkembang umumnya, kota-kota besarlah yang paling banyak menikmati
pertumbuhan ekonomi. Ekonomi di Vientiane, Luang Prabang, Pakxe, dan
Savannakhet, mengalami pertumbuhan signifikan beberapa tahun terakhir. Sebagian
besar dari wilayahnya kekurangan infrastruktur memadai. Laos masih belum
memiliki jaringan rel kereta api, meskipun adanya rencana membangun rel yang
menghubungkan Vientiane dengan Thailand yang dikenal dengan Jembatan
Persahabatan Thailand-Laos. Jalan-jalan besar yang meghubungkan pusat-pusat
perkotaan, disebut Rute 13, telah diperbaiki secara besar-besaran beberapa
tahun terakhir, namun desa-desa yang jauh dari jalan-jalan besar hanya dapat
diakses melalui jalan tanah yang mungkin tidak dapat dilalui sepanjang tahun.
Ada telekomunikasi internal dan eksternal yang terbatas, terutama lewat jalur
kabel, namun penggunaan telepon genggam/handphone telah menyebar luas di pusat
perkotaan. Listrik tidak tersedia di banyak daerah pedesaab atau hanya selama kurun
waktu tertentu. Pertanian masih memengaruhi setengah dari PDB dan menyerap 80%
dari tenaga kerja yang ada. Ekonomi Laos menerima bantuan dari IMF dan sumber
internasional lain serta dari investasi asing baru dalam bidang pemrosesan
makanan dan pertambangan, khususnya tembaga dan emas.
Dalam
sejarahnya di Indocina, dimana tehnik pengairan dan permodalan Prancis
memungkinkan untuk membuka tanah-tanah baru yang sangat luas bagi penanaman
padi dan pohon karet.[3]
Saat ini pariwisata adalah industri dengan pertumbuhan tercepat di Laos.
Pertumbuhan ekonomi umumnya terhambat oleh banyaknya penduduk berpendidikan
yang pindah ke luar negeri akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang
memadai. Pada 2005 penelitian oleh Bank Dunia melaporkan bahwa 37% dari penduduk
Laos yang berpendidikan tinggal di luar negeri, menempatkan Laos pada tempat
ke-5 di dunia untuk kasus ini. Akhir 2004 Laos menormalisasi hubungan dagangnya
dengan Amerika Serikat, yang membuat produsen Laos mendapatkan tarif ekspor
yang lebih rendah sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi mereka dari sektor
ekspor.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dibandingkan
dengan negara-negara di sekelilingnya, perekonomian Laos memang tertinggal. Ketertinggalan ekonomi Laos juga tampak dari kondisi
Vientiane yang menjadi jantung kota utama. Dibandingkan dengan Jakarta,
kondisinya jauh berbeda. Tidak ada gedung hingga bertingkat delapan. Tidak ada
infrastruktur kereta api. Tidak ada jalan tol, apalagi jalan layang. Jika
dibandingkan, kondisinya hampir sama dengan ibu kota provinsi di Indonesia,
seperti Yogyakarta dan Semarang.
Pendapatan
per kapitanya tercatat 986 dollar AS per tahun. Pendapatan per kapita Thailand
tercatat 4.700 dollar AS, Kamboja 700 dollar AS, sedangkan Singapura mencatat
pendapatan per kapita tertinggi sebesar 37.000 dollar AS.Tapi semenjak Laos
mulai melepas kontrol ekonomi dan mengizinkan berdirinya perusahaan swasta pada
tahun 1986 dan juga saat pemerintah Laos menetapkan kebijakan perubahan jangka
panjang dalam struktur ekonomi Laos dengan membuka kesempatan untuk penanaman
modal asing dan swasta, persaingan pasar bebas, dll pada tahun 1991,
perekonomian Laos pun berkembang pesat.
DAFTAR
PUSTAKA
Richlefs M.C., Bruce Lochart, Portia
Reyes dan Maitrii Aung-Thwin, 2013, Sejarah
Asia Tenggara Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer, Yogyakarta: Komunitas
Bambu.
Sudharmono, 2012, Sejarah Asia Tenggara Modern, Dari
penjajahan ke kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
Live Draw Hk Malam Ini
BalasHapusLive Draw Sgp Hari Ini
Live Draw Sydney Hari Ini
Situs Togel Resmi
BalasHapusBaccarat | Online Casino for real money - Wolverione
BalasHapusOnline casinos are a huge worrione attraction for gamblers. choegocasino Players can experience 샌즈카지노 online casino games from an array of different game providers and variants. In