BEDAH BUKU
SUARA DARI MASA SILAM :
TEORI DAN METODE SEJARAH LISAN
Karya: Paul Thompson
Kami
memulai bedah buku ini dari gambaran secara umum; yaitu:
- Tampilan
: bagus dan menarik. Gambar cover jelas karena
memperlihatkan salah seorang berbicara dan seseorang lainnya mendengarkan. Hal
ini diistilahkan sebagai Sejarah Lisan.
- Bahasa
: sudah memenuhi kaidah tata bahasa baku, membaca
buku ini terasa sedikit berat untuk kalangan mahasiswa karena bahasanya yang
sulit dipahami.
- Isi
: lengkap dan memberikan gambaran tentang Teori dan
Metode Sejarah Lisan.
- Cara
penulis mengangkat tentang bagaimana sumber-sumber sejarah lisan dapat
dikumpulkan dan digunakan oleh sejarawan. Namun ia pun diniatkan agar sejarawan
terpancing untuk bertanya kepada diri mereka sendiri tentang apa yang sedang
mereka lakukan dan apa alasannya. Pada otoritas mana rekonstruksi mereka atas
masa lalu didasarkan? Singkatnya, milik siapakah suara dari masa lalu itu.
Sehingga membuat kita berfikir ulang tentang sumber Sejarah Lisan.
Secara keseluruhan buku ini sangat
menarik karena memberikan informasi yang lengkap mengenai Teori dan Metode
Sejarah Lisan dan
kami menyarankan kepada penulis untuk terus mengembangkan buku ini dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk kalangan mahasiswa karena
sangat dibutuhkan oleh mahasiswa yang mendalami bidang sejarah.
Untuk itu, kami akan mencoba
membahas bab-perbab dan memberi masukan atau saran-saran perbaikan.
BAB
I : Pendahuluan
Pada pendahuluan ini memberikan
fakta tentang bagaimana bukti lisan bisa diandalkan? bagaimana bukti lisan jika
dibandingkan dengan sumber-sumber dokumen yang lebih akrab di kalangan
sejarawan?. Pencapaian Sejarah Lisan menyajian sebuah penilaian atas
tulisan-tulisan yang muncul belakangan ini dan sumbangsih lisan dalam
memberikan perspektif-perspektif baru dan perannya dalam membuka ranah-ranah
baru penelitian. Maka buku ini menjelaskan tentang bagaimana sumber-sumber
sejarah lisan dapat dikumpulkan dan digunakan oleh sejarawan.
BAB
2 : Sejarah dan Komunitas
Pada bab ini dijelaskan hubungan
antara sejarah dan komunitas tidak semestinya berat sebelah, entah itu pihak
pertama maupun kedua, melainkan berlangsung sebagai serangkaian pertukaran,
sebuah dialektika, antara informasi dan interpretasi, antara ahli pendidikan
dan daerah setempat yang mereka huni, antarkelas dan antargenerasi. Akan ada
banyak ruang untuk banyak jenis sejarah sosial dan memiliki dampak sosial yang
juga banyak. Namun, semuanya terkait. Sejarah lisan adalah sejarah yang
dibangun disekitar manusia. Ia meniupkan ruh kehidupan ke dalam sejarah itu
sendiri dan memperluas cakupannya. Ia memungkinkan munculnya sosok–sosok
pahlawan tidak saja dari kalangan pemimpin, tetapi juga dari rakyat yang
kebanyakan tidak dikenal. Sejarah lisan mengiring guru dan murid menjadi rekan
kerja yang sederajat.
BAB
3 : Sejarawan Dan Sejarah Lisan
Dijelaskan pada bab ini Bagaimana kita mengukur pencapaian sejarah
lisan? Dari seruan panjang masalalunya? Herodotus, Bede, Clarendon, Scott,
Michelet, Mayhew. Atau ambisi – ambisi serta keberagamanya di masa sekarang,
tidak mustahil untuk menandai batasan yang jelas di sekitar karia dari sebuah
gerakan yang membawa serta beraneka ragam spesialis. Metode sejarah lisanpun di
pakai oleh banyak sarjana, terutama sosiologi dan antropolog yang tidak menilai
diri mereka sebagai sejarawan lisan. Mungkin mereka semua menulis sejarah
dan merekapun memang menyajikan fakta
sejarah. Karena alasan- alasan yang berbeda, nampaknya para sejarawan
proferional tak membayangkan karia mereka sebagai sejar lisan. Mereka justru
berfokus pada persoalan sejarah yang mereka pilih ketimbang metode – metode
yang di gunakan sebagai pemecahan. Merekapun akan sewajarnya memilih untuk
tidak hanya menggunakan sejarah lisan, melainkan pula bersama sumber – sumber
lainya.
Tetapi Pada Bab ini tulisan ada yang menggunakan kata ilmiah,
sehingga orang awam harus melihat arti kata-kata itu di kamus. Sehingga saran
kami kepada penulis agar menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua
kalangan.
BAB
4 : Pencapaian Sejarah Lisan
Sumber lisan merupakan cara pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara metode sejarah lisan. Sejarah lisan adalah satu
dari sumber sejarah yang ada pada ingtan pelaku dan atau penyaksi suatu
peristiwa sejarah, yang terjadi pada zamannya, kemudian diungkapkan secara
lisan oleh pelaku dan penyaksi sejarah itu sendiri. Si Pelisan atau sumber
lisan bertanggung jawab atas kebenaran kejadian yang dikisahkannya, sehingga
informasi lisannya itu dapat dipergunakan sebagai sumber dalam penulisan
sejarah.
Sumber lisan berfungsi sebagai pelengkap sumber
tertulis belum memadai. Sumber lisan memiliki keterbatasan-keterbatasan
dibanding dengan sumber tertulis atau artefak. Keterbatasan sumber lisan lebih
disebabkan oleh faktor manusia sebagai sumber. Kemungkinan kita kehilangan
sumber lisan apabila orang yang kita cari telah meninggal. Dengan demikian,
kita akan memburu dengan faktor umur yang dimiliki oleh orang yang akan kita
wawancarai. Daya ingat yang dimiliki, oleh manusia sangat terbatas. Hal ini
dapat menjadi keterbatasan dalam sumber lisan. Semakin jauh jarak antara
peristiwa yang dialami oleh seorang tokoh yang kita wawancarai kemungkinan
besar orang tersebut semakin lupa. Keterbatasan memori yang dimiliki oleh tokoh
yang kita wawancarai akan membuat sumber inforamsi yang kita butuhkan menjadi
kurang akurat. Cara yang dilakukan untuk memperoleh sumber lisan, yaitu dengan
melakukan wawancara. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu kita harus
memiliki persiapan yang matang. Hal yang harus dipersiapkan adalah kita harus
memiliki pengetahuan tentang hal yang akan kita tanyakan.
BAB
5 : Bukti
Pada bab ini dijelaskan Seberapa
terpercayakan bukti jenis sejarah lisan? Bagaimana ketika ia dibandingkan
dengan jenis-jenis sumber sejarah yan lain? Apakah bukti lisan, karena risiko
kekeliruan ingatan, pada akhrinya senantiasa lebih rendah nilainya ketimbang
dokumen ?
Pada bab ini pembaca sangat bingung
karena pembahasannya terlalu banyak dan bahasa yang digunakan susah dimengerti,
penulis juga banyak memberikan contoh dalam pembahan ini, sehingga membuat
pembaca merasa bingung. Kami menyarankan penulis untuk memberikan penjelasannya
jelas dan mudah dimengerti seperti pembahasannya tidak terlalu banyak dan tidak
terlalu banyak memberikan contoh dengan menggunakan bahasa yang sulit
dimengerti oleh para pembaca.
BAB
6 : Proyek Riset
Pada bab ini dijelaskan Secara
khusus sejarah lisan sangat cocok untuk proyek penelitian. Hal ini dikarenakan
sifat dasar dari metode ini yang kreatif dan komperatif. Benar bahwa sekali di
kumpulkan bukti – bukti lisan dapat di gunakan oleh sarjana tradisional
independen yang hanya bekerja di pepustakaan.namun hal yang demikian akan
melewatkan satu keunggulan utama metode ini, kemampuanya untuk menemukan bukti
– bukti yang baru yang tepat yang sesuai yang diinginkan. Proyek sejarah lisan
dalam bentuk apapun bermula dafi kelebihan yang luar biasa, proyek sejarah
lisan membutuhkan sekedar keahlian yang tidak bisa di monopoli oleh siapa saja
mereka yang lebih tua, para pakar, atau terbaik dalam penulisan, sehingga
proyek ini memungkinkan kerjasama yang sangat setara.
Pada bab ini juga dijelaskan secara
mendetail tentang bagaimana cara membuat proyek sejarah lisan mulai dari
tingkat SD hingga Perguruan Tinggi. Semuanya dijelaskan dan diberi contoh.
BAB
7 : Wawancara
Dalam bab ini dijelaskan tentang wawancara percakapan antara dua orang
atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari
wawancara adalah untuk mendapatkan informasi
di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh
orang yang diwawancarai. Cara terbaik untuk memulai kerja ini mungkin melalui
wawancara-wawancara ekspalanatoris, memetakan lapangan dan menimba
gagasan–gagasan serata informasi. Pada bab ini juga dijelaskan bahwa wawancara
Bahkan apabila anda bermaksud melakukan proyek sejarah lisan kecil-kecilan,
sekuens topik dan penyusunan pertanyaan tetaplah perlu dipertimbangkan.
Strategi pewawancaraan bukanlah tanggung jawab narasumber, melainkan anda.
Pewancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang
dihadapi pada waktu itu. Bila dia menginginkan informasi yang mendalam maka
dapat melakukan “probing”. Demikian pula jika ingin memperonleh informasi
tambahan, maka dia dapat mengajukan pertanyaan tambahan. Bahkan jika sebuah
pertanyaan dianggap kurang tepat ditanyakan pada waktu itu, dia dapat. Saat
melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak
kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sikap
pewawancara harus ramah, adil, netral, dan memiliki hindari ketegangan.
Pada bab ini bahwa Pertanyaan sering kali kurang baku. Responden yang
berbeda dapat ditanyakan dengan kalimat yang berbeda bahkan isinya berbeda pula.
Fleksibilitas ternyata dapat merupakan kekuatan namun dapat pula merupakan
kelemahan teknik wawancara. Walau telah dilakukan tatap muka, namun kesalahan
bertanya dan juga kesalahan mentafsirkan jawaban, masih dapat terjadi. Sering
terjadi atribut (macam kelamin, etnik, status sosial, jabatan, usia, pakaian,
penampilan fisik, dsb) responden dan juga pewawancara mempengaruhi jawaban. Sukses
tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga ditentukan oleh
perilaku, penampilan, dan sikap wartawan. Sikap yang baik biasanya mengundang
simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias
komunikatif. Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh
penguasaan permasalahan dan informasi seputar materi topik pembicaraan baik
oleh narasumber maupun wartawan.
BAB
8 : Penyimpanan dan Pemilahan
Pada Bab ini dijelaskan secara terperinci
tentang bagaimana penyimpanan bukti sejarah lisan berbentuk rekaman agar tidak mudah
rusak dan penomoran atau transkip sehingga kita dapat mengetahui cara yang
tepat dalam menyimpan bukti sejarah berbetuk rekaman dan juga dengan mudah mencari
rekaman yang ia butuhkan dalam penulisan sejarah. Pada Bab ini juga dijelaskan bahwa
sejarawan harus membuat hak cipta terhadap narasumber, agar nama narasumber tidak
menjadi jelek ketika bukti lisan tersebut mempunyai kerahasian yang implicit maka
sejarawan harus membuat tulisan dengan narasumber yang di anonimkan, dan jika narasumber
perlu mendapat hak loyalty maka harus diberikan. Sehingga kita dapat mengetahui
bahwa kita juga harus mementingkan nama baik narasumber, agar tidak terjadi kesenjangan.
Dalam Bab ini juga sudah ada contoh bagaimana membuat transkip rekaman, membuat
tulisan sejarah dari bukti lisan rekaman secara sederhana, dan bagaimana cara meminta
persetujuan dengan pihak narasumber untuk melakukan wawancara. Sehingga kita dapat
mengikuti langkah tersebut dan membantu menjadi referensi yang baik.
Tetapi dalam bab ini ada Kekurangannya
yaitu dalam Bab ini tulisan ada yang
menggunakan kata ilmiah, sehingga orang awam harus melihat arti kata-kata itu
di kamus. Sehingga saran saya kepada penulis agar menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh semua kalangan.
BAB
9 : Interpretasi : Menciptakan Sejarah
Pada Bab ini dijelaskan secara terperinci tentang bagaimana Penyajian
sejarah dengan bukti-bukti lisan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan baru dan
secara keseluruhan sebagimana dapat kita amati, kemampuan dasar dalam menilai
bukti memilih kutipan yang diutarakan atau dalam membentuk argument, penulisan
sejarah dari dokumen-dokumen tertulis dan banyak juga misalnya, para pendengar
dari sejarawan-sejarawan lain, siswa-siswa, para pembaca surat kabar lokal,
atau perkumpulan lansia. penyimpanan bukti-bukti sejarah lisan berbentuk rekaman yang di lakuakn oleh sejarawan agar
tidak mudah rusak dan penomoran atau transkip sehingga kita dapat mengetahui
cara yang tepat dalam menyimpan bukti sejarah berbetuk rekaman dan juga dengan
mudah mencari rekaman yang ia butuhkan dalam penulisan sejarah. Pada Bab ini
juga dijelaskan bahwa sejarawan harus membuat hak cipta terhadap narasumber,
agar nama narasumber tidak menjadi jelek ketika bukti lisan tersebut mempunyai
kerahasian maka sejarawan harus membuat tulisan dengan narasumber yang di
anonimkan, dan jika narasumber perlu mendapat hak loyalty maka harus diberikan.
Sehingga kita dapat mengetahui bahwa kita juga harus mementingkan nama baik
narasumber, agar tidak terjadi kesenjangan. Dalam Bab ini juga sudah ada contoh
bagaimana membuat transkip rekaman, membuat tulisan sejarah dari bukti lisan
rekaman secara sederhana, dan bagaimana cara meminta persetujuan dengan pihak
narasumber untuk melakukan wawancara. Sehingga kita dapat mengikuti langkah
tersebut dan membantu menjadi referensi yang baik.
Tetapi dalam bab ini ada Kekurangannya yaitu dalam Bab ini
tulisan ada yang menggunakan kata ilmiah, sehingga orang awam harus melihat
arti kata-kata itu di kamus dan membuat si pembaca jadi kesulita dan masih
banyak kata-kata dalam penulisan yang salah sehingga. Sehingga saran saya
kepada penulis agar memperbaiki dalam penulisan nya dan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh semua kalangan yang membaca buku ini
Demikianlah bedah buku
ini semoga bisa memberi banyak manfaat bagi penulis dan juga bagi kita semua.
Selamat menulis lagi dan lagi...