Selasa, 26 September 2017

BEDAH BUKU TEORI DAN METODE SEJARAH LISAN Karya: Paul Thompson






 
  
BEDAH BUKU

SUARA DARI MASA SILAM : TEORI DAN METODE SEJARAH LISAN
Karya: Paul Thompson

Kami memulai bedah buku ini dari gambaran secara umum; yaitu:
-      Tampilan : bagus dan menarik. Gambar cover jelas karena memperlihatkan salah seorang berbicara dan seseorang lainnya mendengarkan. Hal ini diistilahkan sebagai Sejarah Lisan.

-     Bahasa : sudah memenuhi kaidah tata bahasa baku, membaca buku ini terasa sedikit berat untuk kalangan mahasiswa karena bahasanya yang sulit dipahami.

-        Isi : lengkap dan memberikan gambaran tentang Teori dan Metode Sejarah Lisan.

-     Cara penulis mengangkat tentang bagaimana sumber-sumber sejarah lisan dapat dikumpulkan dan digunakan oleh sejarawan. Namun ia pun diniatkan agar sejarawan terpancing untuk bertanya kepada diri mereka sendiri tentang apa yang sedang mereka lakukan dan apa alasannya. Pada otoritas mana rekonstruksi mereka atas masa lalu didasarkan? Singkatnya, milik siapakah suara dari masa lalu itu. Sehingga membuat kita berfikir ulang tentang sumber Sejarah Lisan.

Secara keseluruhan buku ini sangat menarik karena memberikan informasi yang lengkap mengenai Teori dan Metode Sejarah Lisan dan kami menyarankan kepada penulis untuk terus mengembangkan buku ini dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk kalangan mahasiswa karena sangat dibutuhkan oleh mahasiswa yang mendalami bidang sejarah.


Untuk itu, kami akan mencoba membahas bab-perbab dan memberi masukan atau saran-saran perbaikan.

BAB I : Pendahuluan

Pada pendahuluan ini memberikan fakta tentang bagaimana bukti lisan bisa diandalkan? bagaimana bukti lisan jika dibandingkan dengan sumber-sumber dokumen yang lebih akrab di kalangan sejarawan?. Pencapaian Sejarah Lisan menyajian sebuah penilaian atas tulisan-tulisan yang muncul belakangan ini dan sumbangsih lisan dalam memberikan perspektif-perspektif baru dan perannya dalam membuka ranah-ranah baru penelitian. Maka buku ini menjelaskan tentang bagaimana sumber-sumber sejarah lisan dapat dikumpulkan dan digunakan oleh sejarawan.

BAB 2 : Sejarah dan Komunitas

Pada bab ini dijelaskan hubungan antara sejarah dan komunitas tidak semestinya berat sebelah, entah itu pihak pertama maupun kedua, melainkan berlangsung sebagai serangkaian pertukaran, sebuah dialektika, antara informasi dan interpretasi, antara ahli pendidikan dan daerah setempat yang mereka huni, antarkelas dan antargenerasi. Akan ada banyak ruang untuk banyak jenis sejarah sosial dan memiliki dampak sosial yang juga banyak. Namun, semuanya terkait. Sejarah lisan adalah sejarah yang dibangun disekitar manusia. Ia meniupkan ruh kehidupan ke dalam sejarah itu sendiri dan memperluas cakupannya. Ia memungkinkan munculnya sosok–sosok pahlawan tidak saja dari kalangan pemimpin, tetapi juga dari rakyat yang kebanyakan tidak dikenal. Sejarah lisan mengiring guru dan murid menjadi rekan kerja yang sederajat.

BAB 3 : Sejarawan Dan Sejarah Lisan

Dijelaskan pada bab ini Bagaimana kita mengukur pencapaian sejarah lisan? Dari seruan panjang masalalunya? Herodotus, Bede, Clarendon, Scott, Michelet, Mayhew. Atau ambisi – ambisi serta keberagamanya di masa sekarang, tidak mustahil untuk menandai batasan yang jelas di sekitar karia dari sebuah gerakan yang membawa serta beraneka ragam spesialis. Metode sejarah lisanpun di pakai oleh banyak sarjana, terutama sosiologi dan antropolog yang tidak menilai diri mereka sebagai sejarawan lisan. Mungkin mereka semua menulis sejarah dan  merekapun memang menyajikan fakta sejarah. Karena alasan- alasan yang berbeda, nampaknya para sejarawan proferional tak membayangkan karia mereka sebagai sejar lisan. Mereka justru berfokus pada persoalan sejarah yang mereka pilih ketimbang metode – metode yang di gunakan sebagai pemecahan. Merekapun akan sewajarnya memilih untuk tidak hanya menggunakan sejarah lisan, melainkan pula bersama sumber – sumber lainya.

Tetapi Pada Bab  ini tulisan ada yang menggunakan kata ilmiah, sehingga orang awam harus melihat arti kata-kata itu di kamus. Sehingga saran kami kepada penulis agar menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan.

BAB 4 : Pencapaian Sejarah Lisan

Sumber lisan merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan  dengan cara metode sejarah lisan. Sejarah lisan adalah satu dari sumber sejarah yang ada pada ingtan pelaku dan atau penyaksi suatu peristiwa sejarah, yang terjadi pada zamannya, kemudian diungkapkan secara lisan oleh pelaku dan penyaksi sejarah itu sendiri. Si Pelisan atau sumber lisan bertanggung jawab atas kebenaran kejadian yang dikisahkannya, sehingga informasi lisannya itu dapat dipergunakan sebagai sumber dalam penulisan sejarah.        

Sumber lisan berfungsi sebagai pelengkap sumber tertulis belum memadai. Sumber lisan memiliki keterbatasan-keterbatasan dibanding dengan sumber tertulis atau artefak. Keterbatasan sumber lisan lebih disebabkan oleh faktor manusia sebagai sumber. Kemungkinan kita kehilangan sumber lisan apabila orang yang kita cari telah meninggal. Dengan demikian, kita akan memburu dengan faktor umur yang dimiliki oleh orang yang akan kita wawancarai. Daya ingat yang dimiliki, oleh manusia sangat terbatas. Hal ini dapat menjadi keterbatasan dalam sumber lisan. Semakin jauh jarak antara peristiwa yang dialami oleh seorang tokoh yang kita wawancarai kemungkinan besar orang tersebut semakin lupa. Keterbatasan memori yang dimiliki oleh tokoh yang kita wawancarai akan membuat sumber inforamsi yang kita butuhkan menjadi kurang akurat. Cara yang dilakukan untuk memperoleh sumber lisan, yaitu dengan melakukan wawancara. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu kita harus memiliki persiapan yang matang. Hal yang harus dipersiapkan adalah kita harus memiliki pengetahuan tentang hal yang akan kita tanyakan.

BAB 5 : Bukti

Pada bab ini dijelaskan Seberapa terpercayakan bukti jenis sejarah lisan? Bagaimana ketika ia dibandingkan dengan jenis-jenis sumber sejarah yan lain? Apakah bukti lisan, karena risiko kekeliruan ingatan, pada akhrinya senantiasa lebih rendah nilainya ketimbang dokumen ?

Pada bab ini pembaca sangat bingung karena pembahasannya terlalu banyak dan bahasa yang digunakan susah dimengerti, penulis juga banyak memberikan contoh dalam pembahan ini, sehingga membuat pembaca merasa bingung. Kami menyarankan penulis untuk memberikan penjelasannya jelas dan mudah dimengerti seperti pembahasannya tidak terlalu banyak dan tidak terlalu banyak memberikan contoh dengan menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh para pembaca.

BAB 6 : Proyek Riset

Pada bab ini dijelaskan Secara khusus sejarah lisan sangat cocok untuk proyek penelitian. Hal ini dikarenakan sifat dasar dari metode ini yang kreatif dan komperatif. Benar bahwa sekali di kumpulkan bukti – bukti lisan dapat di gunakan oleh sarjana tradisional independen yang hanya bekerja di pepustakaan.namun hal yang demikian akan melewatkan satu keunggulan utama metode ini, kemampuanya untuk menemukan bukti – bukti yang baru yang tepat yang sesuai yang diinginkan. Proyek sejarah lisan dalam bentuk apapun bermula dafi kelebihan yang luar biasa, proyek sejarah lisan membutuhkan sekedar keahlian yang tidak bisa di monopoli oleh siapa saja mereka yang lebih tua, para pakar, atau terbaik dalam penulisan, sehingga proyek ini memungkinkan kerjasama yang sangat setara.

Pada bab ini juga dijelaskan secara mendetail tentang bagaimana cara membuat proyek sejarah lisan mulai dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi. Semuanya dijelaskan dan diberi contoh.

BAB 7 : Wawancara

Dalam bab ini dijelaskan tentang wawancara percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai. Cara terbaik untuk memulai kerja ini mungkin melalui wawancara-wawancara ekspalanatoris, memetakan lapangan dan menimba gagasan–gagasan serata informasi. Pada bab ini juga dijelaskan bahwa wawancara Bahkan apabila anda bermaksud melakukan proyek sejarah lisan kecil-kecilan, sekuens topik dan penyusunan pertanyaan tetaplah perlu dipertimbangkan. Strategi pewawancaraan bukanlah tanggung jawab narasumber, melainkan anda. Pewancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu. Bila dia menginginkan informasi yang mendalam maka dapat melakukan “probing”. Demikian pula jika ingin memperonleh informasi tambahan, maka dia dapat mengajukan pertanyaan tambahan. Bahkan jika sebuah pertanyaan dianggap kurang tepat ditanyakan pada waktu itu, dia dapat. Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sikap pewawancara harus ramah, adil, netral, dan memiliki hindari ketegangan.

Pada bab ini bahwa Pertanyaan sering kali kurang baku. Responden yang berbeda dapat ditanyakan dengan kalimat yang berbeda bahkan isinya berbeda pula. Fleksibilitas ternyata dapat merupakan kekuatan namun dapat pula merupakan kelemahan teknik wawancara. Walau telah dilakukan tatap muka, namun kesalahan bertanya dan juga kesalahan mentafsirkan jawaban, masih dapat terjadi. Sering terjadi atribut (macam kelamin, etnik, status sosial, jabatan, usia, pakaian, penampilan fisik, dsb) responden dan juga pewawancara mempengaruhi jawaban. Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga ditentukan oleh perilaku, penampilan, dan sikap wartawan. Sikap yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif. Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh narasumber maupun wartawan.

BAB 8 : Penyimpanan dan Pemilahan

Pada Bab ini dijelaskan secara terperinci tentang bagaimana penyimpanan bukti sejarah lisan berbentuk rekaman agar tidak mudah rusak dan penomoran atau transkip sehingga kita dapat mengetahui cara yang tepat dalam menyimpan bukti sejarah berbetuk rekaman dan juga dengan mudah mencari rekaman yang ia butuhkan dalam penulisan sejarah. Pada Bab ini juga dijelaskan bahwa sejarawan harus membuat hak cipta terhadap narasumber, agar nama narasumber tidak menjadi jelek ketika bukti lisan tersebut mempunyai kerahasian yang implicit maka sejarawan harus membuat tulisan dengan narasumber yang di anonimkan, dan jika narasumber perlu mendapat hak loyalty maka harus diberikan. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa kita juga harus mementingkan nama baik narasumber, agar tidak terjadi kesenjangan. Dalam Bab ini juga sudah ada contoh bagaimana membuat transkip rekaman, membuat tulisan sejarah dari bukti lisan rekaman secara sederhana, dan bagaimana cara meminta persetujuan dengan pihak narasumber untuk melakukan wawancara. Sehingga kita dapat mengikuti langkah tersebut dan membantu menjadi referensi yang baik.

Tetapi dalam bab ini ada Kekurangannya yaitu dalam Bab  ini tulisan ada yang menggunakan kata ilmiah, sehingga orang awam harus melihat arti kata-kata itu di kamus. Sehingga saran saya kepada penulis agar menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan.

BAB 9 : Interpretasi : Menciptakan Sejarah

Pada Bab ini dijelaskan secara terperinci tentang bagaimana Penyajian sejarah dengan bukti-bukti lisan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan baru dan secara keseluruhan sebagimana dapat kita amati, kemampuan dasar dalam menilai bukti memilih kutipan yang diutarakan atau dalam membentuk argument, penulisan sejarah dari dokumen-dokumen tertulis dan banyak juga misalnya, para pendengar dari sejarawan-sejarawan lain, siswa-siswa, para pembaca surat kabar lokal, atau perkumpulan lansia. penyimpanan bukti-bukti  sejarah lisan berbentuk  rekaman yang di lakuakn oleh sejarawan agar tidak mudah rusak dan penomoran atau transkip sehingga kita dapat mengetahui cara yang tepat dalam menyimpan bukti sejarah berbetuk rekaman dan juga dengan mudah mencari rekaman yang ia butuhkan dalam penulisan sejarah. Pada Bab ini juga dijelaskan bahwa sejarawan harus membuat hak cipta terhadap narasumber, agar nama narasumber tidak menjadi jelek ketika bukti lisan tersebut mempunyai kerahasian maka sejarawan harus membuat tulisan dengan narasumber yang di anonimkan, dan jika narasumber perlu mendapat hak loyalty maka harus diberikan. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa kita juga harus mementingkan nama baik narasumber, agar tidak terjadi kesenjangan. Dalam Bab ini juga sudah ada contoh bagaimana membuat transkip rekaman, membuat tulisan sejarah dari bukti lisan rekaman secara sederhana, dan bagaimana cara meminta persetujuan dengan pihak narasumber untuk melakukan wawancara. Sehingga kita dapat mengikuti langkah tersebut dan membantu menjadi referensi yang baik.
Tetapi dalam bab ini ada Kekurangannya yaitu dalam Bab ini tulisan ada yang menggunakan kata ilmiah, sehingga orang awam harus melihat arti kata-kata itu di kamus dan membuat si pembaca jadi kesulita dan masih banyak kata-kata dalam penulisan yang salah sehingga. Sehingga saran saya kepada penulis agar memperbaiki dalam penulisan nya dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan yang membaca buku ini
Demikianlah bedah buku ini semoga bisa memberi banyak manfaat bagi penulis dan juga bagi kita semua. Selamat menulis lagi dan lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perkembangan Pendidikan Pada masa Kerajaan Islam di Jawa dan Sumatra Pra Kolonialisme

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, telah ada beberapa kerajaan Islam yang ber...